Curchol - Kamu Tidak Sendiri
Aloha!
Fancho is back in her blog~ uwuwuwuwuw. Ini adalah tulisan pertama
kalinya setelah sekian lama tidak berkiprah di dunia blog hehe. So what will
we talk about? Dari judulnya apakah menimbulkan kesan seram atau horror?
Bisa jadi ya, bisa jadi tidak. Tapi tenang saja, bagi kamu yang tidak suka
horror, bisa dicek di akhir cerita apakah ini horror atau bukan. (Jadi bacalah
sampai tamat hehe)
Tulisan ini akan berisi tentang
ceritaku yang baru tersadar kembali bahwa ternyata aku tidak sendiri. Hal ini
berawal pada saat aku memasuki semester 5, seperti halnya mahasiswa pada
umumnya memasuki semester 5 kegiatan kampus semakin padat. Selain dari kegiatan
kuliah, kegiatan organisasi dan kegiatan olahraga pun turut memenuhi
hari-hariku. Ditambah untuk kegiatan olahraga harus ditempuh dengan jarak yang
cukup jauh karena berbeda kota.
Karena banyaknya kegiatan yang harus
dilakukan, seringkali memaksaku pulang malam, kemudian dilanjut dengan tugas
yang tidak manusiawi menunggu dengan
manis di rak buku. Maka imbasnya waktu tidurpun tersita sampai
kekurangan tidur. Hal ini terus berlanjut dan menjadi rutinitas sampai akhir
semester lima. Namun di pertengahan semester lima aku merasakan keanehan, ada
sedikit kejanggalan yang aku rasakan.
Tidak seperti biasanya, aku merasa
tidak nyaman saat melakukan kegiatan. Setiap akan melakukannya, bahuku terasa
berat seolah-olah ada yang meletakkan sesuatu diatasnya. Hal ini membuatku
susah dalam melakukan sesuatu dan menghambat kinerjaku dalam melakukan suatu
kegiatan. Hal ini terus berlangsung sampai akhir semester dan aku masih belum
mengetahui apa yang menjadi penyebabnya.
Sampai akhir perkuliahan semester
lima, sampai akhir periode organisasi, sampai akhir jadwal latihan olahraga,
bahuku tetap terasa berat. Bahkan bertambah dengan merasa bahwa roh dalam
diriku hilang, God what’s wrong with me? Apakah ada sesuatu yang
membuatku seperti ini? Dan apa yang membuat bahuku berat seperti ini? Semua
pertanyaanku belum menemukan jawaban.
Sampai liburan tiba, sesuatu yang
berat ini tetap tidak hilang. Pada minggu pertama seorang teman bertanya apakah
aku akan tetap berada di organisasi atau tidak, aku tak bisa menjawabnya.
Selanjutnya ayahku bertanya kegiatan produktif apa yang akan aku lakukan,
akupun tak bisa menjawabnya. Wow sesuatu yang berat apa yang membuat aku
seperti ini? Seiring dengan berondongan pertanyaan, semakin berat pula
‘sesuatu’ yang berat ini. Well I should discuss about this with someone.
Kemudian saat aku pulang,
berceritalah aku pada teman dekatku. Setelah ia mendengarkan dengan seksama apa
yang aku rasakan, dahinya pun mengeryit menandakan tak mengerti. Lalu ia
menyebutkan kemungkinan-kemungkinan yang membuatku seperti ini. Tapi kami tidak
menemukan titik temu. Akupun mengeluh sejadi-jadinya, namun teman dekatku
mengingatkan bahwa mengeluh tidak memberikan jalan keluar. Ternyata apa yang ia
katakan selanjutnya menjadi titik cahaya bagiku.
“Jangan mengeluh, jangan bilang
kemungkinan yang belum terjadi, itu artinya kamu tidak bersyukur dan meragukan
Allah”
Kalimat tersebut begitu memukul
hatiku, sangat sangat menampar, membuatku terdiam. Sampai di rumah pun aku
renungi. Benarkah selama ini aku lupa dengan itu? Untuk mengusir rasa
gundahku, aku pun melihat-lihat status orang-orang di akun media sosialku. Lalu
sampai pada satu status temanku yang lagi-lagi menamparku.
Setiap perjalanan punya dinamika
masing-masing. Dan kabar paling baik dari kenyataan ini adalah kita gak pernah
sendiri, ada Allah.
Dari sana aku pun mengetahui apa
yang menjadi penyebab semua masalahku dari pertengahan semester. Sesuatu yang
berat menimpa pundakku adalah ketakutanku akan ketidakmampuanku. Kegiatan yang
banyak dan kewajiban kuliah yang harus dilaksanakan dengan hasil yang baik
membuatku takut. Takut mengecewakan ayah ibu, dalam organisasi takut
mengecewakan teman-teman dan rekan kerja, dalam olahraga takut mengecewakan
pelatih dan teman satu tim, dan yang paling besar adalah takut mengecewakan
diri sendiri karena ekspetasi yang sudah dibuat.
Hingga pada akhirnya semua tidak
dilaksanakan dengan hati, namun dilaksanakan untuk menggugurkan tanggung jawab.
Akibatnya selama perjalanan kegiatan tersebut menjadikan semua tanggungjawab
menjadi beban sehingga membuatnya semakin berat di pundak. Imbasnya, diri
sendiri merasa roh dalam kegiatan akademik, olahraga dan organisasi hilang.
Sudah tak ada roh di dalamnya, tetapi apa yang aku pikirkan ternyata salah.
Setelah membaca, merenungi dan
menyadari kesalahan dan penyebabnya, sesuatu yang berat tersebut tiba-tiba
menguap dan hilang. Semua terasa ringan dan pikiranku terasa terbuka. Dari sana
aku merasa kekuatanku terisi, aku tak merasa takut kembali karena aku ingat dan
aku sadar bahwa dimanapun dan kapanpun aku berdiri, disana ada Allah yang siap
menolong.
Dan pada sebuah pertemuan, seorang
senior mengatakan bahwa dalam mengerjakan sesuatu tidak boleh dilakukan hanya
untuk mengugurkan tanggungjawab, namun harus dilakukan dengan hati agar bisa
dinikmati setiap prosesnya. Dan kini tak ada lagi ketakutan, karena setiap proses
yang aku hadapi aku punya Allah yang dapat menopangku di kala aku tak berdaya.
Jadi ingatlah bahwa aku, kamu, kita
tidak sendiri.
Komentar
Posting Komentar