Chostory - Tentang Patah Hati




Dulu waktu SMP, ketika ada orang yang memiliki masalah dengan cinta-cintaan aku adalah orang yang paling gencar nyinyir tentang mereka. Apalagi kalau misalkan ada teman sebayaku yang mewek setengah mati karena ditinggal pacarnya. Waktu itu pernah ada satu temanku yang datang ke sekolah dengan mata yang sembab, matanya bengkak kayak habis dipukulin satu RT. Ketika masih SMP hal tersebut bukanlah pemandangan biasa, orang-orang dengan cepat berbisik ria, menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi, apakah ia habis menangis karena Barbie kesayangannya hilang? Atau ia menangis karena supir angkot telat datang ditempat pemberhentian? Usut punya usut ternyata ia habis putus dengan pacarnya, oh my aku yang pada saat itu merasa masih terlalu kecil untuk cinta-cintaan merasa temanku sia-sia menghabiskan waktunya untuk menangisi hal sepele. Sejak saat itu temanku membenci hal-hal yang membuat dia teringat pacarnya, uhm mantannya.

Hingga pada akhirnya hal itu dirasakan sendiri, pada saat masih sekolah ada seseorang yang dikagumi hohoho~~. Pada saat itu sebuah teori berlaku bahwa perempuan tidak boleh melakukan first move, jadi yang bisa dilakukan hanyalah mengaguminya dari jauh tanpa berniat melakukan apa-apa. At the end, as the prediction unrequited love is the result of my story. Sampai hari kelulusan apa yang dirasakan hanyalah menjadi rahasia yang tersimpan rapi di dalam hati. Hal ini memunculkan closing statement : ‘oh ini rasanya patah hati’.

Setiap orang di dunia ini pasti pernah merasakan patah hati, tapi harap diingat bahwa patah hati tidak melulu soal percintaan. Kalian pasti merasa patah hati ketika hewan kesayangan mati, atau ketika hape baru terjatuh pertama kalinya, atau ketika menonton sebuah film yang berakhir menyedihkan.

Aku pernah merasa patah hati ketika menonton drama korea Descendant of The Sun, dimana pada saat itu Kapten Yoo Si Jin dikabarkan meninggal dan menghilang pada saat peperangan. Tentu saja Dokter Kang Mo Yeon yang terlibat cinta lokasi dengan si Kapten mau tidak mau harus kehilangan sang kapten. Jujur saja, kalian yang menonton ini pasti potek setengah mati, sambil sesegukan di depan laptop dengan tisu yang basah misuh-misuh nyuruh si Kapten hidup lagi. Iya, aku begitu soalnya. Padahal cuma drakor tapi sakitnya kayak beneran, se-cengeng itu.

Pernah juga adikku menangis 3 hari 3 malam gara-gara Kely, kelinci kesayangannya mati pada saat hari lebaran, pasalnya Kely ini adalah hadiah ulangtahunnya dan sudah dirawat dari kecil dengan penuh kasih sayang, malah kayaknya dia lebih merawat kelinci itu daripada dirinya sendiri. Yang harusnya lebaran penuh suka cita berubah menjadi berduka. Tapi manusia bisa apa, Tuhan yang menentukan takdir makhluknya. Kepergian Kely merupakan patah hati pertama bagi adikku.

Patah hati bisa membuat orang menjadi membenci sesuatu, misalnya membenci tempat yang penuh kenangan bersama pacar yang sudah menjadi mantan, membenci hal-hal yang membuat kita menjadi patah hati. Seperti temanku yang membenci kantin karena itu adalah tempat pertama kali dia bertemu dengan pacarnya dulu. Membenci bisa saja menjadi cara kita untuk tidak mengulangi hal yang sama, menutup diri dan tidak ingin bersama dengan siapapun supaya tidak lagi merasa sakit hati, sehingga lama-lama menjadi mental block.

Patah hati juga bisa membuat orang menjadi dewasa, menerima keadaan dan dipaksa harus ikhlas. Dalam hal ini patah hati bisa menjadi salah satu sumber seseorang dalam mengambil pelajaran, ia menjadi memiliki pengalaman jika saja suatu saat hal yang sama terulang. Ia menjadi tahu bagaimana harus menyikapinya dan apa yang harus dilakukan.

Entah itu membenci atau menjadi dewasa ketika patah hati, dua-duanya tidak ada yang salah. Hal tersebut merupakan reaksi dari masing-masing individu terhadap patah hati. Individu lain tidak berhak menentukan apa yang harus dilakukan ketika seseorang patah hati, karena jika sudah urusan hati, maka itu adalah ruang pribadi.

Perasaan memang tidak bisa disalahkan, karena perasaan timbul tanpa diminta, tanpa direncanakan. Seorang teman berkata bahwa perasaan merupakan fitrah dari Tuhan. Sehingga kalau sudah begini tinggal bagaimana manusia menyikapinya, apakah perasaan itu sudah benar atau ada yang tidak tepat. Dari sini manusia dituntut untuk bisa mengontrol dan menempatkan perasaannya, dengan begitu ia sudah menggunakan fitrahnya dengan benar. Maka patah hati akan kecil sekali kemungkinannya terjadi jika manusia bisa menempatkan perasaannya sesuai dengan keadaan, bukankah begitu?

Komentar

Postingan Populer